breast friend ku
Tahun 2002 saat saya didiagnosa cancer oleh dokter yang merawatku....
Hmmmm.......gak bisa terbayangkan, rasanya dada mau meledak,tapi mulut terkunci rapat.
Mau bicara...suara tidak keluar....wajah dokter Drajat (dr sabar, pintar, baik hati...)menjadi tidak jelas lagi...tertutup air mata
Suami saya Ronald Agusta juga terdiam, pucat.
Saat itu di ruangan periksa hanya kami bertiga.
Sejenak saya menghela nafas panjang....lalu dengan pelan saya berkata :" Jadi selanjutnya,apa yang harus kami lakukan"
Maka mengalirlah penjelasan, langkah-langkah pengobatan yang harus saya jalani.
Saya mencatat semua perkataan dokter, kemudian pulang untuk mengatur rencana dengan keluarga.
Perjalanan pulang dari tempat praktek terasa sangat lama karena kami hanya terdiam, sesekali saya menitikkan air mata, mengingat kedua anak saya Anggit Raksajati (3 SMP) dan Anggia Karina (6 SD). Ya Allah ijinkan saya menemani mereka selama mungkin, ijinkan saya mendoakan mereka, membimbing mereka, menemani mereka.
Terkadang suami memegang tangan saya,seperti ingin saling berbagi kekuatan,terkadang saling memandang...terkadang tatapan mata saya melihat ke luar mobil....
Setiba di rumah, saya melihat ke dua anak saya sedang belajar sambil bercanda....
Saya tersenyum dan masuk ke kamar mandi menumpahkan semua kesedihan,kekhawatiran, ketakutan....Kemudian saya mengambil air wudhu dan memohon pertolongan kepada Allah.
Sesaat menjadi lebih tenang....."Ya Allah, saya menerima ketentuan Mu, tapi mudahkan ikhtiar kami, ridhoi lah setiap langkah kami....."
Ronald suami saya memeluk erat,tanpa berkata.
Saya terus menangis dipelukannya, dengan suara tertahan...(khawatir terdengar anak-anak).
Dia terus memeluk,sambil berkata...."Kita akan jalani bersama, Insya Allah kita bisa"
Begitulah suami saya yang tercinta,selalu memberi ketenangan, memberi kekuatan dan selalu ada disaat dibutuhkan.
0 comments:
Post a Comment