Friday 17 October 2008

Kenangan untuk Ibu dari seorang “ibu”

Oleh :Ahyani Raksanagara

Kasih Ibu kepada beta
Tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi tak harap kembali
Bagai sang surya menyinari dunia
(Ciptaan Ibu Sud)


Saat saya kecil senang sekali menyanyikan lagu tersebut, karena mudah dinyanyikan. Saat itu mungkin saya belum paham arti dan makna dari kata-kata yang dimaksud. Sekarang bila mendengar lagu itu, saya sering menitikkan air mata. Tanpa sadar langsung terucap doa untuk ibu saya almarhum yang sangat saya cintai.

Ibu menurut kamus bahasa Indonesia mempunyai beberapa pengertian, diantaranya adalah : orang perempuan yang telah melahirkan seseorang, atau sebutan untuk wanita yang sudah bersuami, panggilan takzim kepada wanita yang sudah atau belum bersuami, dapat pula berarti bagian yang pokok (besar,asal) atau yang utama diantara beberapa hal lain;yang terpenting ,misalnya ibu negeri .

Peringatan hari Ibu pada setiap tanggal 22 desember tentu dimaksudkan dalam rangka memberikan penghormatan bagi kaum ibu yang telah melahirkan dan membimbing kita . Peran seorang ibu dalam mendidik anak sangat besar.

Dahulu saat saya masih menjadi “anak” hari ibu tidak begitu terasa penting, sekarang saya telah menjadi ibu dari 2 orang anak, ada kesedihan dan rasa sesal yang mendalam mengapa tidak setiap hari saya buat menjadi hari ibu saat ibu saya , yang biasa dipanggil ema (panggilan ibu dalam bahasa sunda) masih ada disamping saya.

Sekarang setiap tanggal itu hadir saya selalu menangis mengingat segala yang telah ema perbuat untuk saya dan kakak-kakak saya. Walaupun secara formal tidak berpendidikan tinggi, tapi ibu selalu membaca untuk meningkatkan pengetahuan dan memperluas wawasan. Tulisan ini saya buat dengan tidak mengurangi rasa cinta dan hormat saya kepada ayah saya dan suami saya yang sangat saya cintai, kasihi dan hormati.

Saya adalah anak terkecil dari 13 bersaudara (3 orang diantaranya meninggal saat usia masih balita), karena itu saya dipanggil ayi (sebutan adik dalam bahasa sunda). Pada saat saya berusia 13 tahun ayah meninggal dunia, sejak itu tentu saja ibu menjadi figur yang sangat lekat dihati.

Ema yang mengajarkan bagaimana saya harus selalu bersih hati. Setiap hari ada saja yang saya adukan kepada orang tua saya, misalnya “ Saya tidak suka sama si A, dia membicarakan sesuatu yang sebetulnya tidak saya perbuat, saya tidak mau lagi bicara dan berteman dengan orang seperti itu”
Ema biasanya menjawab sambil menjahit, atau memasak, atau menyiapkan makanan di meja makan :” Biar saja, orang seperti itu ada dimana-mana, nanti sudah besar pun kamu tetap akan bertemu orang – orang seperti itu, kita harus tetap baik kepada semua orang. Tetap tersenyum dan ramah kepada semua orang, Bantu orang lain sebisa kita, tidak akan rugi selalu berbuat baik dan bersih hati. Kalau orang lain berbuat jahat kepada kita itu adalah urusan mereka …”

Pendapat itu biasanya selalu diperkuat dan dibenarkan oleh apa (sebutan bagi ayah dalam bahasa sunda). Demikian tiap hari ,tiap waktu bila saya mengadukan ada orang yang berbuat buruk atau mengesalkan hati, sampai saya sudah bekerja, ema selalu memberi jawaban yang sama. Tidak pernah berubah : berbuat baik kepada sesama, ramah, bersih hati, bantu orang lain semampu kita.

Ema juga yang mengajarkan saya untuk selalu tidak takut menghadapi apapun dalam kebenaran, berani mempertahankan sesuatu bila itu kita yakini kebenarannya, berani menyampaikan pendapat, tidak rendah diri, tapi juga tidak sombong, tidak mengeluh, selalu bersyukur atas segala yang kita terima saat ini.

Nilai-nilai tersebut saya dapatkan di rumah, bukan teori melainkan berupa contoh dari ibu dan ayah. Saya bersyukur sekarang tidak perlu mengikuti diklat tertentu atau kursus tertentu , karena setiap hari saya sudah berada dalam “diklat” dengan asuhan ibu dan ayah .

Setiap hari bila akan keluar rumah saya selalu pamit kepada ibu, ibu selalu menjawab : “Ya…semoga selamat…..!” Bila sudah mendengar kalimat tersebut, saya merasa tenang dan mantap untuk meninggalkan rumah, juga saat meninggalkan rumah untuk mengikuti suami ke kota lain. Tidak ada keraguan, hati saya sangat lapang dan percaya segala akan baik-baik saja. Saya ingat suatu hari saya mengatakan pada ibu : ” Ma….doakan ayi besok mau ujian “
Ibu dengan wajah yang tenang berkata : “ ’Ma doakan agar kamu selamat, kamu sudah berusaha. ’Ma lihat kamu sudah belajar dan terus berdoa . Yang penting kamu telah berikhtiar dengan optimal, ’Ma doakan kamu mendapatkan yang terbaik. Jangan lupa Bismillah dulu…., apapun hasilnya kamu sudah memberikan yang terbaik, sudah berusaha….. Ini permen , makanlah permen ini kalau kamu sedang ujian terasa lelah.”
Permen itu selalu diberikan kepada saya maupun kakak saya bila akan ujian, sampai-sampai teman-teman suka bercanda :”Bagi dong permen nya, biasanya kamu mendapat nilai bagus kalau ujian. Mungkin karena permen dari ibu mu..…”


Saat itu tidak pernah terpikirkan sedikitpun nilai yang ditanamkan oleh ibu, tentang pentingya berikhtiar optimal, memberikan kemampuan yang terbaik dari kemampuan yang kita miliki sambil terus berdoa kepada Allah.


Tahun 2002 saya didiagnosa menderita kanker payudara. Dalam kurun waktu satu tahun saya harus menjalani beberapa kali operasi, radiasi, kemoterapi, makan obat, dirawat di RS karena keadan umum yang lemah. Apa yang membuat saya bertahan dan selalu berikhtiar untuk kesembuhan di jalan yang diridhoi Allah adalah nilai –nilai yang telah ditanamkan oleh ibu untuk tidak putus asa, tidak menyerah, selalu berlapang dada. Dukungan dan kasih sayang dari seluruh anggota keluarga selalu saya dapatkan. Disamping itu yang membuat saya bertahan juga salah satunya karena “kasih ibu”.
Kasih sayang saya kepada ke dua anak saya : Anggit Raksajati, kelas 1 SMU dan Anggia Karina, kelas 1 SMP sepanjang masa dan seluas langit biru….. tak berbatas….tak bertepi.


Harapan untuk terus mendampingi, membimbing, mendoakan , mendekap erat anak-anak selama mungkin membuat saya berani untuk menjalani serangkaian pengobatan yang menyakitkan atau menakutkan sekalipun !
Saya semakin yakin, seorang ibu akan selalu berusaha untuk kebahagiaan dan keselamatan anak-anaknya. Secara tidak sadar saya juga ingin menanamkan nilai,ikhlas, lapang dada, bersih hati, pantang menyerah, berani menghadapi tantangan kepada anak-anak saya. Mudah-mudahan mereka kelak dapat mewarisi nilai-nilai tersebut.


Seorang ibu akan merasa bahagia bila anaknya bahagia. Bagaimana ukuran kebahagiaan? Kebahagiaan tidak diukur dengan besarnya materi yang kita miliki, tingginya kedudukan yang kita jalani, kebahagiaan adalah bagaimana kita mensyukuri segala yang kita peroleh saat ini.

Sejak dulu saya ingin membahagiakan ibu saya, cara saya membahagiakan ibu tentunya tidak bisa saya tunjukkan dengan memberikan emas berlian, atau tiket berlibur ke luar negeri. Saya selalu berupaya keras menjadi yang terbaik dalam segala hal, saya juga tidak ingin ibu dibuat repot karena ulah saya. Saya menunjukkan kepada ibu bahwa saya anak yang paling bahagia di dunia, tidak pernah mengeluh kepada ibu, tidak membandingkan kondisi yang saya jalani dengan kondisi orang lain. Mudah-mudahan ibu berbahagia dengan kebahagiaan yang saya tunjukkan.

Ibu terlihat beberapa kali menampakkan kebahagiaan : saat saya di wisuda menjadi dokter, saat mencium kening saya di hari pernikahan, saat melihat saya sedang menolong pasien di puskesmas dimana saya bertugas, saat menggendong dan memeluk putra pertama saya dan banyak lagi kejadian yang tanpa sadar saya melihat raut wajah ibu yang sulit dilukiskan antara bahagia dan bangga.

Ada pengalaman menarik saat saya berumur 10 tahun , saya ingin menyenangkan ibu dan ayah saya. Saya buatkan mereka nasi goreng, saya tidak tahu bumbunya dan juga tidak mau bertanya karena ingin membuat kejutan. Segala bumbu dapur yang ada saya ulek dan digoreng bersama nasi. Ema dan apa memakan masakan itu sambil, bicara :’Enak sekali…pakai bumbu apa saja ini ? Dapat resep darimana…?”
Saya melihat mereka menyantap nasi goreng itu dengan lahap. Saya yang ikut makan merasakan ada yang tidak beres dengan rasa nasi goreng itu, saya berkata :”Kok rasanya begini ya…..tidak seenak yang dibuat ema, padahal semua bumbu sudah saya masukan…” Meledak lah tawa mereka :” Lain kali tidak perlu semua bumbu dimasukan, cukup ini…dan ini….Tapi tidak apa –apa nasi goreng ini enak juga seperti masakan dari India…..” Itulah ibu tidak pernah mencela perbuatan saya sehingga saya tumbuh menjadi anak yang mempunyai rasa percaya diri akan tetapi mau menerima masukan.
Sampai akhir hayatnya tidak pernah ada keluhan ibu atau kata-kata ibu yang membuat saya kecil hati, atau menceritakan tentang susahnya mengurus anak banyak.


Sikap dan perilaku ibu tanpa sadar memberikan nilai-nilai kepada saya. Di akhir hayatnya , saat itu saya akan berangkat ke kantor. Ibu memanggil saya dan memeluk erat dengan mata berkaca-kaca :”Terima kasih atas segala kebaikan ayi, maaf bila ema sudah menyusahkan. Jaga Anggit dan Anggia agar tetap bersih hati. Kita pasti akan bertemu kembali dan berkumpul di surga……” Tidak sepatah pun kata yang bisa saya ucapkan , saya menangis sambil mendekap erat ibu, sesekali saya berbisik :”Maafkan ayi, maafkan ayi….jangan bicara seperti itu….ema tidak pernah menyusahkan saya, ema selalu memberikan kebahagiaan….”


Kata-kata itu terngiang kembali, begitu besar peran ibu terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Untuk para ibu, selamat menikmati peran sebagai ibu , berikan kemampuan terbaik kita untuk anak-anak . Niatkan selalu setiap langkah yang kita perbuat sebagai bagian dari ibadah. Bukan kah segala amal itu ditinjau dari niatnya, dan setiap orang akan diganjar sesuai dengan apa yang ia niatkan?


Untuk “anak-anak” selalu berbakti kepada ibu dan ayah dalam kebaikan. Untuk Anggit dan Anggia :” maafkan mamah kalau belum dapat menjadi ibu yang baik bagi kalian, kasih sayang mamah akan selalu menghangatkan dan menerangi kalian seperti matahari. Mudah-mudahan selamat di dunia dan di akhirat dan selalu dalam lindungan Allah…. Nyanyikan lah lagu dibawah ini setiap saat.”


Ya Allah Maha Kuasa
Lindungilah ayah bunda
Agar mereka selamat
Di dunia dan di akhirat
Ya Allah Maha Pengasih
Jadikan hatiku bersih
Agar hidupku selamat
Di dunia dan di akhirat
Ya Allah Maha Penyayang
Jadikan hatiku lapang
Agar hidupku selamat
Di dunia dan di akhirat
(ciptaan : R. Adur Raksanagara _ayah tercinta saya)

1 comments:

Unknown 23 October 2018 at 08:32  

Sukses teh yani semoga kita bisa menjaga nama baik dan mengharumkan keturunan eyang penghulu bandung

Shout Box

Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x

Blog Design By:

Blog Design By:
CHOCO BERRY CHERRY

About Me

My photo
"When you look at your life, the greatest happiness is family happiness"

My Activities

syamsi
Ibuhamilcom

Followers

MIRACLE of LOVE

MOL2

Please find 'Miracle of Love' by Eko P. Pratomo - Syaamil in the bookstore in the beginning of January 2008. Harga Rp. 43.500,00

This book is dedicated to support Care for Lupus & Care for Low Vision activities at Syamsi Dhuha Foundation (SDF).

You could extend your caring by recommending this book to your friends... .

Light Up the World with the Ray of Our Heart.

Your Caring Saves Lives.

Powered By Blogger

Back to TOP